![]() |
Pict by sosbud.kompasiana.com |
KITAKEMANA.net - Menandai awal bulan ramadhan, masyarakat Semarang memiliki tradisi unik dugderan. Tradisi pasar malam ini semula adalah arak-arakan bedug yang dikawal prajurit Kadipaten Semarang tempo dulu dan menjelang diumumkannya keputusan tentang awal bulan puasa.
Tradisi dugderan sebagai pertanda awal dimulainya pelaksanaan ibadah puasa telah dimulai sejak tahun 1881 pada masa pemerintahan Bupati Semarang, Purbaningkrat.
Ritual dugderan yang berlangsung turun temurun di Masjid Besar Kauman, kawasan Pasar Johar, Semarang ini diawali dengan arak-arakan tetabuhan bedug dikawal prajurit Kadipaten Semarang tempo dulu.
Dalam arak-arakan ini pula terdapat maskot hewan khas dugderan yang disebut warak ngendok. Mendekati Masjid Besar Kauman, masjid tertua di Semarang, iring-iringan prajurit mengawal Walikota Semarang, Sukawi Sutarip dan istri yang memerankan tokoh Bupati Semarang tempo dulu.
Beberapa prajurit mengawal dengan cara berjalan mundur menuju masjid. Ribuan masyarakat antusias menyaksikan tradisi ini, bahkan puluhan anak-anak terlihat ikut bergembira dengan memainkan musik kotekan atau kentongan yang biasa digunakan untuk membangunkan sahur.
Setiba di masjid, Walikota disambut imam Masjid Besar Kauman selanjutnya berjalan menemui sejumlah ulama yang baru usai menetapkan waktu awal puasa. Puncak acara adalah pengumuman awal puasa oleh Walikota menggunakan bahasa Jawa didepan kayalak ramai.
Usai diumumkan awal puasa seperti ini, langsung diikuti bunyi dentuman meriam yang dinyalakan di belakang masjid. Kini seiring dengan perkembangan zaman, penyalaan meriam yang menandai awal puasa tidak digunakan lagi.
Sumber, indosiar.com
0 komentar:
Posting Komentar