Menyebut gudheg, pasti
ingatan kita langsung tertuju pada sebuah kota, Yogyakarta. Ya, Yogyakarta
memang dikenal juga sebagai kota gudeg, selain tentunya juga terkenal sebagai
kota pelajar. Gudheg merupakan makanan khas berbahan dasar nangka, atau yang
biasa disebut “ghori” dalam bahasa jawa. Ghori tersebut dimasak dengan campuran
santan dan biasanya disajikan bersama dengan nasi, ayam kampung, telur ayam,
tahu bacem beserta sambal goreng krecek. tak lupa minum nya, teh poci dengan
gula batu. Sedap.
Warung gudheg yang berderet
di sebelah selatan Plengkung Tarunasura ( Plengkung Wijilan ) ini memiliki
sejarah panjang. Ibu Slamet adalah orang pertama yang merintis usaha warung gudheg
di tahun 1942. Beberapa tahun kemudian warung gudheg di daerah itu bertambah
dua, yakni Warung Gudheg Campur Sari dan Warung Gudheg Ibu Djuwariah yang
kemudian dikenal dengan sebutan Gudheg Yu Djum yang begitu terkenal sampai
sekarang.
Ketiga warung gudheg
tersebut mampu bertahan hingga 40 tahun. Sayangnya, tahun 1980 an Warung Campur
Sari tutup. Baru 13 tahun kemudian muncul satu lagi warung gudheg dengan label
Gudheg Ibu Lies. Dan sampai sekarang, warung gudheg yang berjajar di sepanjang
jalan Wijilan ini tak kurang dari 10 warung gudheg.
Gudheg-gudheg di jalan
Wijilan, mempunyai rasa yang khas dan berbeda dari gudheg-gudheg lainnya. Yakni
rasa gudheg yang manis dan kering. Karena cara masaknya yang lama, yaitu nangka
muda yang direbus, kemudian setelah mendidih 100 derajat celsius, didiamkan
selama 1 hari 1 malam untuk menguapkan kuahnya. Sehingga menjadi kering. Ke khas
an lainnya, yaitu gudheg di jalan wijilan ini bisa tahan sampai dengan 3 hari. Karenanya
sangat cocok jika dijadikan oleh-oleh bagi sanak family di rumah.
Gudheg-gudheg tersebut
dikemas dalam kendi, dimana dalam tiap kendi nya, harga yang ditawarkan cukup
bervariasi. Berkisar antar Rp 20.000 sampai dengan Rp 100.000 untuk harga tiap
kendi, tergantung ukuran kendi. Selain kendi, pengemasan juga ada dalam bentuk
besek ( tempat yang terbuat dari anyaman bambu ).
Sedikit saya share tentang
cara pembuatan gudheg. Tapi ini bukan cara pembuatan gudheg seperti di jalan
wijilan, Yogyakarta. Hanya berbagi pengalaman saja tentang cara pembuatan
gudheg seperti yang biasa nenek saya buat. Ditambah lagi dengan sedikit googling.
Berikut caranya :
Bahan-bahan :
-
1 kg nangka muda, kemudian dipotong-potong
-
10 butir telur rebus, atau bisa juga dilebihkan
-
1000 ml air kelapa
-
10 lembar daun salam
-
8 iris lengkuas, iris melintang
-
200 gram gula merah, iris halus
-
2000 ml santan kelapa, kurang lebih adalah dengan
menghaluskan 1 buah kelapa
Bumbu-bumbu yang dihaluskan :
-
15 siung bawang merah
-
10 siung bawang putih
-
4 sendok teh ketumbar
-
Garam secukupnya
Cara Membuat :
- Siapkan panci dengan alas yang tebal, letakkan
daun salam di dasar panci sebagai alas, lalu di atasnya letakkan irisan
lengkuas atau laos. Kemudian masukkanlah kedalam panci dengan urutan potongan
nangka muda, telur yang sudah direbus, gula merah.
- Campurkan bumbu yang telah dihaluskan sebelumnya
dengan 500 ml air kelapa, aduk hingga rata dan larut lalu tuangkan ke
dalam panci.
- Tambahkan air kelapa secukupnya, kira-kira permukaan
nangka dan telur hingga terendam. Tutuplah panci dengan rapat, masak semua
bahan di dalam panci di atas api sedang dan jangan sekali-sekali membuka
tutupnya sebelum 2 jam proses pemasakan tersebut. Setelah dimasak selama 2
jam, baru buka tutupnya. Jika airnya sudah berkurang sedikit setelah
dimasak, angkatlah terlebih dahulu telurnya dan sisihkan di tempat lain agar
tidak hancur.
- Masukan santan, aduk-aduk sambil ditekan untuk
menghancurkan potongan nangka. Masukkan kembali telur yang tadi sudah
dipisahkan. Masukan sampai sedikit agak terkubur ke dalam nangka nya.
- Kemudian masak lagi dengan api kecil sambil
diaduk sesekali sampai benar-benar matang, ini membutuhkan waktu selama kira-kira
3 jam atau sampai santan habis terserap dan gudeg udah berwana coklat
kemerahan.
- Sajikan gudheg dengan sambal goreng krecek, tak
lupa nasi beserta tempe bacem nya. Selamat menikmati.
0 komentar:
Posting Komentar